Simak Statistik

Minggu, 21 Agustus 2011

Konstitusionalisme dan Hak Manusia: Konsepsi Tanggung Jawab Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Oleh R. Herlambang Perdana Wiratraman. Pernah aktif di LBH Surabaya.


Keywords: Constitutionalism, Human Rights, and State Responsibility (Konstitusionalisme, Hak Asasi Manusia dan Tanggung Jawab Negara)

Since 2003, has joined at Constitutional Law Department, Faculty of Law, Airlangga University, Surabaya. In this faculty, he teaches two courses: Constitutional Law and Human Rights. Also, for graduate student, he teaches Comparative Law. 

He holds Bachelor of Law (SH) from Faculty of Law, Airlangga University (1998) and Master of Arts (MA) Human Rights from Faculty of Graduate Studies, Mahidol University, Thailand (2006). And in 2008, he joined Van Vollenhoven Institute, Departement Metajuridica, Faculteit der Rechtsgeleerdheid, Universiteit Leiden, as PhD fellow in Law.  

He is currently doing dissertation research on Freedom of Expression: A Socio-Legal Research on Press Freedom in Indonesia.



 Abstraksi
Understanding of constitutionalism respecting to limitation of power and the effort of people rights guarantee through constitution is a frame thingking to push human rights protection fundamentally on constitutional system. Searching state responsibility conceptions, as a principle of human rights, also the importance of human rights fulfilling, not only based on law in textuality, but also the influence of constitutional politics in Indonesia, included contextuality of fundamental rights on UUD 1945 post-amandment.


“Manusia itu lahir bebas dan sederajat dalam hak-haknya, sedangkan hukum merupakan ekspresi dan kehendak umum (rakyat)” Jean Jacques Rousseau, Du Contract Social.


I. Pendahuluan
Konstitutionalisme, adalah sebuah paham mengenai pembatasan kekuasaan dan jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Dalam pengertian yang jauh lebih luas jangkauannya, menurut Soetandyo, ide konstitusi disebutnya sebagai konstitutionalisme, dan digambarkan bahwa paradigma hukum perundang-undangan sebagai penjamin kebebasan dan hak – yaitu dengan cara membatasi secara tegas dan jelas mana kekuasaan yang terbilang kewenangan (dan mana pula yang apabila tidak demikian harus dibilang sebagai kesewenang-wenangan) – inilah yang di dalam konsep moral dan metayuridisnya disebut “konstitutionalisme”.

Paham ini mengantarkan perdebatan awal dalam sistem ketatanegaraan yang diatur dalam teks hukum dasar sebuah negara, atau disebut kontitusi. Kutipan fikiran Rousseau di atas, telah mengilhami lahirnya De Declaration des Droit de l’Homme et du Citoyen, dan pembentukan Konstitusi Perancis (1791), serta cikal bakal lahirnya berbagai konstitusi modern di dunia.

Selain dalam bentuknya yang tertulis, konstitusi-konstitusi modern di dunia, ditandai, salah satunya oleh penegasan atau pengaturan jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia. Konstitusi-konstitusi yang mengadopsi prinsip-prinsip hak-hak asasi manusia, setidaknya telah mendorong pada suatu idealitas sistem politik (ketatanegaraan) yang bertanggung jawab pada rakyatnya, karena menegaskannya dalam hukum dasar atau tertinggi di suatu negara. Di sinilah sesungguhnya konteks relasi negara-rakyat diuji, tidak hanya dalam bentuknya yang termaterialkan dalam konstitusi sebuah negara, tetapi bagaimana negara mengimplementasikan tanggung jawabnya atas penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia.


Tidak ada komentar:

Talisman

"Saya akan memberikanmu talismanIngatlah wajah si paling miskin dan si paling lemah yang mungkin pernah kau temui, kemudian tanyakan pada dirimu sendiri, apakah langkah yang kamu rencanakan akan berguna baginya. Apakah dia akan memperoleh sesuatu dari langkah itu? Apakah itu akan membuat dia dapat mengatur kehidupan dan nasibnya sendiri? Maka akan kamu dapatkan keraguan itu hilang.” Mahatma Gandhi