Simak Statistik

Rabu, 17 Agustus 2011

Hak-Hak Konstitusional Warga Negara Setelah Amandemen UUD 1945: Konsep, Pengaturan dan Dinamika Implementasi


Oleh R. Herlambang Wiratraman. Pernah beraktivitas di LBH Surabaya. 

Since 2003, has joined at Constitutional Law Department, Faculty of Law, Airlangga University, Surabaya. In this faculty, he teaches two courses: Constitutional Law and Human Rights. Also, for graduate student, he teaches Comparative Law. 

He holds Bachelor of Law (SH) from Faculty of Law, Airlangga University (1998) and Master of Arts (MA) Human Rights from Faculty of Graduate Studies, Mahidol University, Thailand (2006). And in 2008, he joined Van Vollenhoven Institute, Departement Metajuridica, Faculteit der Rechtsgeleerdheid, Universiteit Leiden, as PhD fellow in Law.  

He is currently doing dissertation research on Freedom of Expression: A Socio-Legal Research on Press Freedom in Indonesia.



Pengantar
Hak-hak asasi manusia adalah menjadi hak-hak konstitusional karena statusnya yang lebih tinggi dalam hirarki norma hukum biasa, utamanya ditempatkan dalam suatu konstitusi atau undang-undang dasar. Artinya memperbincangkan kerangka normatif dan konsepsi hak-hak konstitusional sesungguhnya tidaklah jauh berbeda dengan bicara hak asasi manusia.

Perlu diakui bahwa perubahan UUD 1945 hasil amandemen adalah lebih baik dibandingkan dengan konstitusi sebelumnya dalam membangun sistem ketatanegaraan, salah satu utamanya terkait dengan meluasnya pengaturan jaminan hak-hak asasi manusia. Dari kualitas jaminan hak-haknya, UUD 1945 mengatur jauh lebih lengkap dibandingkan sebelum amandemen, dari 5 pasal (hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, jaminan kemerdekaan beragama dan Kerkepercayaan, serta hak atas pengajaran, hak atas akses sumberdaya alam)1 menjadi setidaknya 17 pasal (dengan 38 substansi hak-hak yang beragam)2 yang terkait dengan hak asasi manusia.

Meluasnya jaminan hak-hak asasi manusia melalui pasal-pasal di dalam UUD 1945 merupakan kemajuan dalam membangun pondasi hukum bernegara untuk memperkuat kontrak penguasa-rakyat dalam semangat konstitusionalisme Indonesia. Semangat konstitusionalisme Indonesia harus mengedepankan dua aras bangunan politik hukum konstitusinya, yakni pertama, pembatasan kekuasaaan agar tidak menggampangkan kesewenang-wenangan, dan kedua, jaminan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia. Kemajuan pasal-pasal hak asasi manusia dalam konstitusi merupakan kecenderungan global di berbagai negara tentang diakuinya prinsip universalisme hak-hak asasi manusia. Dan, diyakini secara bertahap akan memperkuat pada kapasitas negara dalam mendorong peradaban martabat kemanusiaan. 

Meskipun demikian, pintu masuk melalui progresifitas teks konstitusi, tidaklah berarti pemahaman, tafsir dan implementasi penegakan hak-hak asasi manusia akan berjalan seiring dengan teks, karena hubungan teks dan konteks mengalami dinamika politik dan hukum. Kekuasaan yang tidak lagi mempedulikan dan peka terhadap persoalan rakyat miskins misalnya, akan sangat memungkinkan mereduksi jaminan kebebasan berekspresi dan berserikat. Atau juga penguasa yang merasa dirinya paling benar tanpa mau dikritik akan pula cenderung melahirkan penyingkiran hak-hak rakyat. Artinya, teks progresif belumlah mencukupi untuk memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, karena ia membutuhkan tafsir progresif dan implementatif untuk merealisasikannya. Di konteks inilah, pergesekan antara tafsir kekuasaan dan kekuasaan tafsir akan sangat saling berpengaruh, utamanya dalam pemajuan hak asasi manusia (Wiratraman 2006).


Tidak ada komentar:

Talisman

"Saya akan memberikanmu talismanIngatlah wajah si paling miskin dan si paling lemah yang mungkin pernah kau temui, kemudian tanyakan pada dirimu sendiri, apakah langkah yang kamu rencanakan akan berguna baginya. Apakah dia akan memperoleh sesuatu dari langkah itu? Apakah itu akan membuat dia dapat mengatur kehidupan dan nasibnya sendiri? Maka akan kamu dapatkan keraguan itu hilang.” Mahatma Gandhi