Simak Statistik

Kamis, 07 Juli 2011

Pertanyaan-pertanyaan yang Sering Diajukan tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Bag. 5)


Lembar Fakta 33.

16. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya berlaku selama keadaan darurat, bencana, dan konflik bersenjata?
Ya. Dibawah hukum HAM, tidak terdapat pernyataan yang memperbolehkan Negara untuk mengurangi kewajibannya yang berhubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya pada saat keadaan darurat, bencana atau konflik bersenjata. Pada kenyataannya, dalam kondisi seperti itu, perhatian yang lebih seringkali diperlukan untuk melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, terutama bagi mereka yang berasal dari kelompok masyarakat yang paling terpinggirkan.

Pelanggaran berat dan secara sistematis terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan konflik seringkali terjadi ketika dalam keadaan darurat dan pertikaian bersenjata. Dalam situasi konflik, pemusnahan sistematik dari unsur-unsur sipil atau pengusiran paksa dari penduduk seringkali secara sengaja digunakan sebagai senjata perang. Contoh selanjutnya adalah tindakan sengaja yang dapat mengarah pada kondisi kelaparan, terutama penjarahan toko makanan, pemusnahan hasil panen atau secara sengaja menghambat distribusi dari perlengkapan bantuan kemanusiaan. Pada kondisi bencana alam, pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mungkin juga dapat terjadi, contohnya jika kelompok marjinal terlewatkan pada saat pengiriman bantuan darurat tersebut.

Pada saat konflik bersenjata, hukum hak-hak asasi manusia memperkuat hukum kemanusiaan internasional – prinsip-prinsip dan aturan yang membatasi penggunaan kekuatan pada waktu terjadinya pertikaian bersenjata. Beberapa jenis pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya telah dilarang menurut UU kemanusiaan dan dianggap sebagai tindak kejahatan internasional seperti tidak diberinya perawatan medis, memusnahkan atau merampas harta kekayaan atau secara sengaja membiarkan warga sipil dalam kelaparan sebagai taktik perang. Sejauh mana UU hak-hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan internasional tumpang tindih merupakan masalah penafsiran tapi pemisahan absolut antara kedua pendekatan hukum tersebut secara perlahan-lahan telah dijembatani sejak diadopsi Piagam PBB dan terutama sejak Konferensi Internasional HAM tahun 1968. Proklamasi Teheran yang diadopsi pada saat Konferensi tersebut mengakui bahwa Negara bertanggung jawab untuk menghapus “penyangkalan besar-besaran terhadap hak-hak asasi manusia yang timbul akibat dari tindak agresi atau konflik bersenjata.”

Kotak 13: Penerapan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya pada saat konflik

Opini yang berupa nasehat dari Mahkamah Internasional tentang Konsekuensi Hukum dari Pendirian Dinding di Wilayah Pendudukan Palestina (9 Juli 2004) merupakan contoh nyata bagaimana hak-hak ekonomi, sosial dan budaya saling berkaitan dengan hukum kemanusiaan internasional dan bagaimana hak-hak tersebut diberlakukan pada saat konflik bersenjata dan penjajahan.

Dalam opini yang berupa nasehatnya, Pengadilan menekankan bahwa “beberapa hak mungkin secara eksklusfi merupakan masalah yang berkaitan dengan hukum kemanusiaan internasional; sementara yang lain mungkin secara eksklusif adalah masalah yang berkaitan dengan undang-undang HAM; sementara yang lain mungkin merupakan masalah dari kedua cabang hukum internasional ini.” Hal yang penting lagi adalah pengadilan telah menyatakan bahwa “perlindungan yang diberikan oleh konvensi HAM tidak berhenti pada saat terjadinya konflik bersenjata” – suatu pernyataan yang relevan untuk segala bentuk konflik yang terjadi di
seluruh dunia.

Selanjutnya, Pengadilan tidak hanya menemukan bahwa hukum kemanusiaan internasional dapat diterapkan tapi juga menyatakan bahwa di wilayah di bawah pendudukan, Kekuasaan yang menduduki (Israel) terikat oleh ketentuan-ketentuan HAM dalam Kovenan Internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan pada Konvensi tentang Hak-Hak Anak.

Pengadilan menegaskan bahwa Konvensi tersebut berlaku untuk “setiap anak” dalam wilayah kekuasaan pihak Negara sehingga seluruh anak yang berada dalam Wilayah Pendudukan Palestina. Pengadilan juga menemukan relevansi dari serangkaian ketentuan dalam Konvensi dan Kovenan termasuk hak untuk bekerja, hak untuk perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada keluarga dan anak serta remaja, hak untuk menikmati taraf hidup yang layak termasuk sandang, pangan, papan yang memadai serta hak “untuk bebas dari kelaparan”, hak atas kesehatan dan hak atas pendidikan.


Menangani hak-hak ekonomi, sosial dan budaya juga akan membantu mencegah, mempersiapkan dan memulihkan dari situasi bencana dan konflik. Beberapa studi dan penyelidikan menunjukkan bahwa diskriminasi dan ketidakadilan yang sistematik dalam penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dapat menyebabkan atau memperparah ketegangan sosial dan politik yang mengarah pada perselisihan atau dampak dari bencana yang semakin memburuk serta adanya hambatan dalam jalan menuju pemulihan.


Kotak 14: Keadilan transisi serta hak-hak ekonomi, sosial dan budaya

Meskipun terdapat banyak pencapaian dan kadangkala pengecualian, keadilan transisi seperti juga keadilan arus utama belum dapat menangani masalah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara memadai atau sistematik. Saya menyarankan bahwa keadilan transisi harus mengatasi tantangan-tantangan yang mana keadilan arus utama enggan untuk mengatasinya: mengakui bahwa tidak ada hirarki dari hak-hak dan menyediakan perlindungan bagi semua hak-hak asasi manusia termasuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Seperti juga hak-hak asasi manusia lainnya, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memerlukan perlindungan konstitusional, dukungan legislatif dan penegakan peradilan. Strategi yang menyeluruh untuk keadilan transisi harus menangani pelanggaran berat terhadap setiap hak-hak asasi selama masa konflik serta pelanggaran berat yang menyebabkan atau memberi kontribusi terhadap terjadinya konflik tersebut.

Sumber: Louise Arbour, Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, “Keadilan Ekonomi dan Sosial untuk Masyarakat dalam Transisi”, Jurnal Hukum dan Politik Internasional Universitas New York, Vol. 40, No. 1(2007).

17. Siapa yang memainkan peran untuk meningkatkan dan melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara nasional?

Beberapa aktor nasional memegang peran penting dalam pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Negara mempunyai tanggungjawab utama untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Badan Negara yang berbeda-beda (legislatif, eksekutif, peradilan) dapat memainkan beragam peran. Selain itu, masyarakat sipil, sektor swasta serta lembaga HAM nasional, Negara donor, dan organisasi internasional kesemuanya dapat bertindak untuk meningkatkan dan melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Berikut adalah beberapa contoh dari tindakan yang dapat diambil oleh badan-badan Negara.

(a) Badan legislatif di banyak negara berperan untuk menyetujui pengesahan dari perjanjian internasional termasuk yang mengakui hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Badan tersebut juga memberi persetujuan atas legislasi dan peraturan untuk menjamin bahwa hukum nasional selaras dengan norma-norma internasional atau konstitusional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Selain itu, badan legislatif seringkali bertanggungjawab untuk menyetujui anggaran nasional sehingga dapat memastikan bahwa sumberdaya yang tersedia secara maksimum ditujukan untuk pemenuhan hak-hak tersebut. Banyak parlemen mempunyai komite HAM lintas partai yang menyediakan suatu forum bagi anggota parlementer untuk dapat bekerjasama tentang masalah HAM terutama hak-hak ekonomi, sosial dan budaya;

(b) Badan eksekutif melengkapi pekerjaan dari badan eksekutif dan memegang peran penting dalam menjamin bahwa perundang-undangan didukung oleh kebijakan dan program yang memadai dan anggaran disusun dan dilaksanakan secara benar dan penggunaan-penggunaannya diaudit. Administrasi publik dapat memfasilitasi koordinasi dari berbagai sektor dalam Pemerintah serta dengan mitra lainnya sehingga mereka dapat bekerjasama untuk meningkatkan dan melindungi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Pemerintah lokal juga bertanggungjawab untuk menjamin bahwa seluruh hak-hak asasi manusia terutama ketika penyediaan dari layanan dasar seperti pendidikan atau kesehatan telah didesentralisasi.

(c) Badan peradilan berperan untuk menjamin bahwa Negara dan lainnya menghormati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan memberi solusi jika hak-hak tersebut dilanggar. Badan peradilan juga memegang peran penting dalam menafsirkan substansi hukum dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ke dalam konteks nasionalnya yang lebih spesifik.

Lembaga HAM nasional seperti ombudsman, komisi HAM nasional, dan defensores del pueblo semakin meningkatkan dan memantau hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Sementara tindakan yang mereka ambil tergantung pada mandatnya masing-masing, lembaga HAM nasional dapat melindungi dan meningkatkan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dengan beragam cara seperti dengan menangani keluhan pada kasus-kasus pelanggaran, menjalankan penyelidikan, memantau pelaksanaan dari perjanjian internasional HAM yang relevan, menasehati Pemerintah tentang penerapan domestik dari perjanjian internasional, memberi saran tentang perubahan kebijakan, serta menyediakan pelatihan dan pendidikan publik.


Kotak 15: Pemantauan investigatif dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di Filipina

Pada tahun 1987, Konstitusi Filipina menyatakan bahwa Komisi Filipina tentang HAM akan berfungsi “untuk menyelidiki… segala bentuk pelanggaran HAM yang melibatkan hak-hak sipil dan politik” dan akan “memantau kepatuhan Pemerintah Filipina terhadap kewajiban atas perjanjian internasional tentang hak-hak asasi manusia.” Suatu keputusan Mahkamah Agung tanggal 5 Januari 1994 menegaskan bahwa Komisi akan menyelidiki pelanggaran hanya hak-hak sipil dan politik. Keputusan ini menyebabkan Komisi untuk mencari cara lain untuk mengikutsertakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ke dalam mandatnya.

Karena adanya keluhan dalam jumlah besar tentang dugaan pelanggaran atas hak-hak ekonomi, sosial danbudaya yang diterima oleh Komisi, maka Komisi mengembangkan suatu sistem pemantauan investigatif tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya berdasarkan persyaratan konstitusional bahwa lembaga tersebut harus memantau kepatuhan Pemerintah terhadap kewajiban dalam perjanjian internasional. Filipina meratifikiasi Kovenan Internasional hak-hak ekonomi, sosial dan budaya pada tahun 1974 sehingga kewajiban yang terkandung dalam perjanjian tersebut dicantumkan kedalam mandat konstitusional dalam komisi tersebut. Komisi telah berupaya untuk menjalankan fungsi pemantauan investigatifnya melalui pengembangan dari Rencana HAM Filipina yang mengidentifikasi berbagai langkah administratif, program, dan legislatif untuk menangani kebutuhan dari 16 sektor rentan dalam masyarakat Filipina. Komisi juga menitikberatkan pada pemantauan kasus penggusuran paksa serta pelanggara HAM yang terjadi akibat dari penggusuran tersebut.

Sumber: OHCHR, Economic Social and Cultural Rights: Handbook for National Human Rights Institution, Professional Training Series No.12 (penerbitan PBB, Sales No. E.04.XIV.8).


Berbagai aktor dalam masyarakat sipil seperti LSM, pergerakan sosial, organisasi berbasis masyarakat, pembela HAM, asosiasi profesional (contohnya asosiasi pengacara, tenaga kesehatan profesional, guru) serikat dagang, akademisi, dan lembaga keagamaan, memegang peran penting dalam bekerja sama dengan individu dan kelompok untuk meningkatkan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mereka dan meminta pertanggungjawaban Pemerintah untuk memenuhi hak-hak tersebut.

Semakin banyak badan usaha swasta baik nasional maupun multinasional menyediakan barang dan jasa mendasar yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dalam kasus seperti ini, Negara masih mempunyai kewajiban untuk menjamin bahwa organisasi dan perusahaan seperti ini menghormati norma-norma dan standar HAM dalam penyediaan barang dan jasa tersebut.

Media dapat menyediakan forum untuk diskusi publik tentang HAM dan untuk menyebarluaskan informasi dan meningkatkan kesadaran tentang HAM. Pada saat yang bersamaan, mengingat pengaruhnya yang kuat dalam dunia modern ini, informasi dan visual yang mereka sebarluaskan dapat mempunyai dampak yang cukup negatif tentang HAM jika media tidak peka terhadap permasalahan, norma-norma dan standar HAM.

Akhirnya, lembaga donor dan organisasi antar pemerintah yang beroperasi dalam negara dalam bantuan kemanusiaan, bantuan pembangunan, dan kerjasama internasional lainnya juga harus tunduk pada kewajiban HAM yang diberlakukan terhadap mereka sesuai dengan hukum internasional atau undang-undang yang ada di negara kewarganegaraan mereka. Contohnya, semua Negara Anggota dari PBB dan Badan-Badan PBB harus menghormati dan menjunjung tinggi HAM dan kebebasan fundamental bagi semua tanpa diskriminasi dalam menjalankan kerjasama internasionalnya seperti yang terkandung dalam piagam PBB. Mereka juga harus menghormati kewajiban HAM yang telah diterima oleh negara penerima bantuan sesuai dengan hukum internasional dan nasional. Mereka harus memastikan bahwa kerjasama yang dilakukan tidak melemahkan upaya negara penerima bantuan dari memenuhi hak asasi manusia termasuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan idealnya memfasilitasi dan mendukung upaya-upaya tersebut. Mereka juga harus menjamin bahwa perilaku dan perbuatan dari staf, kontraktor atau orang lain dibawah kendali mereka harus patuh kepada norma-norma dan standar HAM yang berlaku.

Bersambung...


Tidak ada komentar:

Talisman

"Saya akan memberikanmu talismanIngatlah wajah si paling miskin dan si paling lemah yang mungkin pernah kau temui, kemudian tanyakan pada dirimu sendiri, apakah langkah yang kamu rencanakan akan berguna baginya. Apakah dia akan memperoleh sesuatu dari langkah itu? Apakah itu akan membuat dia dapat mengatur kehidupan dan nasibnya sendiri? Maka akan kamu dapatkan keraguan itu hilang.” Mahatma Gandhi