Simak Statistik

Rabu, 06 Juli 2011

Pertanyaan-pertanyaan yang Sering Diajukan tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Bag. 4)

Lanjutan Lembar Fakta 33.

8. Kewajiban apa yang harus segera diimplementasikan terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ?
Meskipun Negara menyadari adanya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara progresif, Negara harus segera mengambil tindakan, tanpa perlu mempertimbangkan sumberdaya yang dimiliki, dalam lima bidang:
1.    Penghapusan diskriminasi. Negara harus segera melarang diskriminasi dalam pelayanan kesehatan, pendidikan, dan di tempat kerja. Diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jender, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal kebangsaan atau status sosial, kepemilikan, tempat lahir, penyandang cacat atau status lain harus dilarang.

2.    Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak bergantung pada pencapaian secara progresif. Beberapa hak ekonomi, sosial dan budaya tidak memerlukan sumberdaya yang signifikan. Misalnya, kewajiban untuk menjamin hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat dagang dan untuk mogok kerja, serta kewajiban untuk melindungi anak-anak dan remaja dari eksploitasi ekonomi dan sosial, tidak memerlukan sumberdaya yang penting dan harus dihormati dalam waktu singkat. Kewajiban lainnya memang memerlukan sumberdaya namun diformulasikan sedimikian rupa sehingga tidak bergantung pada pencapaian secara progresif. Contohnya, Negara Pihak dari Kovenan Internasional memiliki batasan ketat selama dua tahun untuk mengembangkan rencana tindakan untuk menjamin penyediaan pendidikan dasar yang gratis dan yang diwajibkan bagi semua.


Kotak 7: Contoh hak-hak dibawah Kovenan Internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (bagian III) bergantung pada perlindungan yang segera
  • Hak untuk membentuk dan bergabung dalam serikat dagang dan melakukan mogok (ayat 8);
  • Kewajiban untuk melindungi anak-anak dan remaja dari eksploitasi ekonomi dan sosial (ayat 10(3)); • 
  • Pembayaran upah yang setara atas pekerjaan yang setara tanpa dasar perbedaan apapun (pasal 7(a)(i));
  • Penyediaan pendidikan dasar tanpa biaya dan diwajibkan bagi semua (ayat 13(2)(a));
  • Kewajiban untuk menghormati kebebasan orang tua dalam memilih sekolah bagi anak-anak mereka, daripada ditentukan oleh pihak yang berwenang yang sesuai dengan standar minimum pendidikan (ayat 13(3));
  • Kewajiban untuk melindungi kebebasan individu dan lembaga untuk mendirikan dan mengarahkanlembaga pendidikan yang sesuai dengan standar minimum (ayat 13(4));
  • Kewajiban untuk menghormati kebebasan yang harus dimiliki untuk melakukan penelitian ilmiah dan kegiatan yang kreatif (ayat 15(3)).


3.    Kewajiban untuk “mengambil langkah”. Seperti yang disebutkan diatas, meskipun berada dalam kewajiban atas pencapaian secara progresif, Negara harus melakukan upaya secara terus-menerus untuk meningkatkan penikmatan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Ini berarti bahwa sementara realisasi penuh hak-hak tersebut dapat dicapai secara progresif, langkah-langkah menuju tujuan tersebut harus diambil dalam jangka waktu singkat yang pantas. Langkah-langkah seperti ini harus direncanakan sebelumnya, nyata, dan diarahkan sejelas mungkin menggunakan segala cara yang tepat namun seharusnya tidak hanya mengadopsi langkah-langkah hukum.

Berikut adalah langkah-langkah yang harus Negara ambil untuk menuju pencapaian secara progresif:
·         Menilai kondisi dari penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya termasuk menjamin tersedianya mekanisme yang memadai untuk mengumpulkan dan menilai data yang relevan dan sesuai yang terpisah-pisah;
·         Menyusun strategi dan rencana, mencantumkan indikator dan target yang terikat waktu, yang harus realistik, dapat dicapai dan dirancang untuk menilai perkembangan dalam upaya untuk memenuhi hak-hak tersebut;
·         Mengadopsi undang-undang dan kebijakan yang diperlukan dan menjamin tersedianya dana yang mencukupi untuk melaksanakan rencana dan strategi;
·         Memantau dan menilai secara rutin perkembangan yang terjadi dalam pelaksanaan rencana dan strategi;
·         Mengembangkan mekanisme penanganan keluhan yang memudahkan individu untuk mengutarakan keluhannya apabila Negara tidak memenuhi kewajibannya

4.    Langkah-langkah yang non-retrogresif. Negara tidak boleh membiarkan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang ada memburuk kecuali jika ada justifikasi yang kuat untuk melakukan langkah-langkah yang retrogresif. Misalnya mengenakan biaya sekolah pada sekolah menengah yang tadinya cuma- cuma akan mengakibatkan langkah-langkah yang retrogresif secara sengaja. Untuk menjustifikasi hal ini, Negara harus menunjukkan bahwa langkah tersebut dilakukan hanya setelah mempertimbangkan semua pilihan, menilai dampak yang akan timbul dan menggunakan sumberdaya yang tersedia semaksimal mungkin.

5.    Kewajiban inti minimum. Dibawah Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, ada kewajiban yang dianggap harus segera dilaksanakan untuk memenuhi setiap hak tersebut pada tingkat esensial yang minimum. Hal seperti ini disebut sebagai kewajiban inti minimum. Jika Negara tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut karena tidak mempunyai sumberdaya yang diperlukan, maka Negara harus menunjukkan bahwa Negara telah melakukan segala upaya untuk menggunakan seluruh sumberdaya yang tersedia sebagai suatu hal yang prioritas untuk memenuhi kewajiban inti tersebut. Bahkan jika Negara secara jelas tidak mempunyai sumberdaya yang memadai, maka Pemerintah harus tetap memperkenalkan program-program berbiaya rendah dan terarah untuk membantu mereka yang paling memerlukan sehingga sumberdaya yang terbatas tersebut dapat digunakan secara efisien dan efektif.

Kotak 8: Contoh kewajiban inti minimum yang berhubungan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
Kewajiban inti minimum yang ditekankan oleh Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya pada pernyataan umumnya mensyaratkan Negara untuk :
·         Menjamin hak-hak atas akses terhadap pekerjaan terutama bagi individu dan kelompok yang kurang beruntung dan terpinggirkan, membuat mereka hidup bermartabat;
·         Menjamin akses terhadap makanan pokok minimum yang mengandung gizi yang mencukupi dan aman, untuk menjamin kebebasan dari kelaparan bagi setiap orang;
·         Menjamin akses terhadap tempat penampungan, perumahan, dan sanitasi yang mendasar serta persediaan air minum bersih yang memadai;
·         Menyediakan obat-obatan yang esensial seperti yang dijelaskan dalam Program Aksi WHO tentang Obat-Obatan Esensial;
·         Menjamin pendidikan dasar tanpa biaya dan diwajibkan bagi semua;
·         Menjamin akses terhadap skema jaminan sosial yang menyediakan manfaat pada tingkat esensial minimum yang mencakup paling tidak layanan kesehatan dasar, tempat penampungan dan tempat tinggal dasar, air dan sanitasi, makanan dan pendidikan dalam bentuk yang dasar.

Untuk informasi lebih lanjut tentang kewajiban inti, lihat pernyataan umum yang diadopsi oleh Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang tertera dalam lampiran di bawah


9. Apa contoh-contoh pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya?
Pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terjadi ketika Negara tidak dapat memenuhi tanggungjawabnya untuk menjamin bahwa hak-hak tersebut dinikmati tanpa diskriminasi atau tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk menghormati, melindungi dan memenuhinya. Seringkali suatu pelanggaran terhadap salah satu hak tersebut berkaitan dengan pelanggaran terhadap hak yang lain

Kotak 9: Contoh-contoh dari pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya
  • Mengusir paksa orang dari rumah mereka (hak untuk memperoleh rumah yang layak) Mengkontaminasi air, misalnya dengan limbah dari fasilitas yang dimiliki Negara (hak atas kesehatan).
  • Tidak berhasil untuk menjamin adanya upah minimum yang mencukupi untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak (hak di tempat kerja)
  • Kegagalan dalam mencegah kelaparan pada semua wilayah dan masyarakat dalam negara (kebebasan dari kelaparan)
  • Tidak memberi akses terhadap informasi dan layanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan kesehatan seksual (hak atas kesehatan
  • Secara sistematis memisahkan anak-anak yang cacat dari sekolah umum (hak atas pendidikan) Kegagalan untuk mencegah majikan dari melakukan diskriminasi dalam proses rekruitmen (berdasarkan jender, kecacatan, ras, pendapat politik, asal usul, status HIV, dst.) (hak untuk bekerja)
  • Kegagalan untuk melarang lembaga publik dan swasta dari pemusnahan atau kontaminasi makanan serta sumbernya seperti lahan pertanian dan air (hak atas makanan).
  • Tidak memberikan batasan yang wajar dari jam kerja di sektor publik dan swasta (hak ditempat kerja)
  •  Melarang penggunaan bahasa minoritas atau bahasa-bahasa yang digunakan oleh kelompok minoritas atau masyarakat adat (hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan budaya)
  • Tidak memberi bantuan sosial kepada orang karena statusnya (contohnya orang yang tidak mempunyai domisili yang tetap, pencari suaka) (hak atas jaminan sosial)
  • Tidak memberi jaminan untuk cuti hamil bagi perempuan yang bekerja (perlindungan dan bantuan kepada keluarga)
  •  Secara sewenang-wenang dan ilegal memutuskan aliran air untuk penggunaan pribadi dan domestik (hak atas air) 



10. Apakah jender berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya?
Ya. jender relevan dalam banyak aspek dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Pertama, perempuan dan laki-laki mungkin mempunyai pengalaman yang berbeda tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Tidak adanya peraturan tentang kondisi kerja untuk pekerjaan manual berat seperti di lokasi pertambangan atau konstruksi pada umumnya lebih mempengaruhi laki-laki daripada perempuan sementara pengabaian dari perlindungan hak-hak pekerja di sektor informal termasuk pekerjaan domestik lebih mempengaruhi perempuan dibanding laki-laki.

Di beberapa negara, tingkat putus sekolah lebih tinggi diantara murid laki-laki dibanding perempuan karena orang tua berharap anak laki-laki untuk membantu keluarga secara ekonomi. Kadangkala lebih banyak anak perempuan keluar dari sekolah dibanding laki-laki karena pernikahan dini dan kehamilan dini, kekerasan dan kekerasan seksual di sekolah atau orang tua berharap mereka membantu di rumah. Ketika strategi, legislasi, kebijakan, program, dan mekanisme pemantauan mengabaikan perbedaan-perbedaan ini maka dapat mengakibatkan terjadinya ketidakadilan dalam penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Kedua, ketika diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan sudah sangat mengakar, penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya juga terpengaruh. Di banyak negara, preferensi terhadap laki-laki dibanding perempuan dalam keluarga mengakibatkan anak perempuan menerima makanan atau pendidikan yang lebih sedikit. Di kebanyakan negara, terdapat kecenderungan untuk membayar  perempuan gaji yang lebih rendah untuk pekerjaan dengan beban kerja yang sama. Ketidakadilan dalam perkawinan, masalah warisan atau pengakuan menurut hukum mencegah banyak perempuan dari mendapatkan sumberdaya seperti pinjaman, hak untuk menempati lahan dan tempat tinggal sehingga melemahkan kemampuan mereka untuk menikmati hak-hak ekonomi, sosial dan budaya secara mandiri. Kurangnya partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan ekonomi, sosial dan budaya termasuk pengembangan di pedesaan dan pemulihan paska krisis, tidak hanya berakibat pada ketidakmampuan untuk mencerminkan pendapat dan pengalaman perempuan dalam upaya untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tapi juga dapat berakibat pada pengembangan program dan kebijakan yang tidak sepenuhnya relevan terhadap mereka.

Kotak 10: Apakah jender itu ?

Jender adalah relevan baik bagi perempuan maupun laki-laki. Jender menyangkut perbedaan terstruktur secara sosial antara perempuan dan laki-laki yang :
     Dilekatkan sepanjang hidup
     Dipelajari, bukan pembawaan dari lahir
     Dapat berubah untuk tiap masyarakat sepanjang kurun waktu
     Diwujudkan secara beragam baik didalam maupun diantara berbagai kebudayaan

Jender mempengaruhi peran, kekuasaan, dan sumberdaya terhadap perempuan dan laki-laki dalam setiap kebudayaan.

11. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengharuskan Pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa secara gratis?
Sebagai ketentuan umum, tidak. Terdapat kesalahpahaman yang umum bahwa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mensyaratkan pemerintah untuk menyediakan layanan kesehatan, air, pendidikan, makanan, serta barang dan jasa lainnya secara cuma-cuma. Negara mempunyai tanggungjawab untuk menjamin bahwa fasilitas, barang dan jasa yang diperlukan untuk penikmatan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tersedia pada harga yang terjangkau. Ini berarti bahwa biaya langsung dan tidak langsung dari perumahan, makanan, air, sanitasi, kesehatan atau pendidikan seharusnya tidak mencegah seseorang dari memperoleh akses terhadap layanan tersebut dan seharusnya tidak mengorbankan kemampuannya untuk dapat menikmati hak-hak yang lain.

Pernyataan ini berkaitan dengan dua ketentuan. Pertama, pada situasi tertentu jaminan atas penikmatan atas hak-hak yang setara mungkin melibatkan penyediaan layanan yang disubsidi atau yang diberikan secara cuma-cuma untuk mereka, yang jika tidak, tidak akan dapat menikmati hak-hak tertentu. Contohnya ketika musim kemarau yang parah dan kekurangan bahan pangan menyebabkan meningkatnya harga, maka negara mungkin diharuskan untuk menyediakan makanan dan air untuk memastikan bahwa tidak ada yang mengalami kelaparan.

Kedua, beberapa layanan yang diperlukan untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tertentu harus diberikan tanpa pungutan biaya. Misalnya dibawah hukum internasional, pendidikan dasar harus gratis dan wajib bagi semua, dan pendidikan menengah harus tersedia dan terjangkau bagi semua, khususnya melalui perkenalan secara bertahap dari penyediaan layanan pendidikan yang cuma-cuma. Layanan yang berhubungan dengan kehamilan harus bebas biaya bagi perempuan apabila perlu. Beberapa legislasi nasional mungkin juga mensyaratkan bahwa layanan lain yang berkaitan dengan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya lain untuk diberikan secara cuma-cuma.

Kotak 11: Bantuan langsung uang tunai untuk memberdayakan masyarakat miskin untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mereka
Bolsa Familia merupakan suatu inisiatif sosial yang inovatif dari Pemerintah Brazil. Program ini menjangkau 11 juta keluarga, lebih dari 46 juta orang, sebagian besar dari penduduk negara tersebut yang berpendapatan rendah.

Keluarga miskin dengan anak, menerima rata-rata R$ 70 (sekitar US $35) dalam bentuk bantuan langsung tunai. Sebagai gantinya, warga tersebut harus memberi komitmen untuk tetap mengirimkan anak-anak ke sekolah dan membawa mereka untuk pemeriksaan kesehatan secara rutin. Bolsa Familia membawa dua hasil utama : membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan mendorong keluarga untuk berinvestasi terhadap anak-anak mereka sehingga memutuskan siklus kemiskinan yang diwariskan dari generasi ke generasi dan menurunkan tingkat kemiskinan pada masa yang akan datang.

Kelebihan dari Bolsa Familia adalah program ini dapat menjangkau bagian dari masyarakat Brazil yang cukup besar yang belum pernah menerima manfaat dari program sosial yang telah dijalankan. 94% dari dana mencapai 40% dari penduduk yang paling miskin. Studi membuktikan bahwa sebagian besar dari dana tersebut digunakan untuk membeli makanan, perlengkapan sekolah, dan pakaian untuk anak-anak mereka.

Keberhasilan program ini telah memicu inisiatif serupa yang disesuaikan di hampir 20 negara termasuk Chili, Indonesia, Meksiko, Maroko, Afrika Selatan, dan Turki. Baru-baru ini, kota New York mengumumkan program Opportunity NYC yaitu pemberian pendapatan bersyarat yang mengacu pada Bolsa Familia dan inisiatif yang serupa di Meksiko. Ini merupakan contoh dari negara maju yang menerapkan dan belajar dari pengalaman negara yang sedang berkembang.

Sumber : Bank Dunia, Bolsa Familia : changing the lives of millions in Brazil (22 Agustus 2007)


12. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya membuat masyarakat tergantung pada bantuan sosial?
Kadangkala terdapat anggapan bahwa perlindungan atas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya membuat masyarakat menjadi tergantung pada bantuan sosial atau pada campur tangan Negara. Situasi yang sedemikian rupa cenderung berseberangan dengan tujuan dari HAM. Memang salah satu dari tujuan utama undangundang HAM adalah untuk memberdayakan individu sehingga mereka mempunyai kapasitas dan kebebasan untuk menjalani kehidupan yang bermartabat. Jika bantuan Negara pada kenyataannya tidak memberdayakan penerima bantuan, maka pertanyaan yang akan timbul adalah apakah kebijakan yang tepat telah diperkenalkan. Begitu juga, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya memerlukan lebih dari sekedar pemberian bantuan sosial termasuk menghilangkan hambatan sosial yang menghalangi partisipasi penuh dari setiap orang dalam kehidupan ekonomi dan sosialnya.

Merupakan suatu realitas yang tidak menguntungkan bahwa resesi ekonomi, relokasi industri dan faktor ekonomi dan sosial lainnya kadangkala mengarah pada situasi dimana individu tidak dapat menikmati taraf hidup yang layak. Apabila kasus ini yang terjadi, maka akses terhadap jaminan sosial diperlukan termasuk pembayaran bantuan sosial. Seperti yang dinyatakan pada Deklarasi Universal HAM, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial dalam keadaan pengangguran, sakit, usia lanjut atau keterbatasan penghidupan lainnya dalam keadaan yang berada diluar kendali individu tersebut. Namun, hal ini tidak selalu harus berarti adanya hak untuk menerima bantuan sosial. Jaminan sosial harus mencegah masyarakat dari hidup dalam keadaan yang serba kekurangan dan harus dapat membantu mereka untuk bangkit kembali untuk menjadi mandiri dengan tujuan memberi mereka kesempatan untuk menjadi anggota masyarakat yang bebas dan yang dapat memberi kontribusi. Penyediaan barang dan jasa oleh Pemerintah bilamana diperlukan merupakan cara untuk menjamin penikmatan dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya namun bukan merupakan suatu tujuan akhir.

13. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya mengalir secara alami dari demokrasi atau pertumbuhan ekonomi?
Tidak, tidak harus. Terdapat kesalahpahaman bahwa pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya akan mengalir secara otomatis dari adanya penikmatan terhadap demokrasi dan bahwa adanya ketidakseimbangan dalam realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dalam jangka panjang akan dikoreksi oleh kekuatan pasar dalam perekonomian terbuka. Realitanya adalah bahwa kecuali ada tindakan khusus yang mengarah pada realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, hak-hak tersebut jarang, bahkan tidak akan direalisasikan meskipun dalam jangka panjang.

Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya telah menyatakan bahwa realisasi penuh hak-hak ekonomi, sosial dan budaya jarang tercapai hanya sebagai suatu produk sampingan atau akibat keberuntungan dari suatu program atau pembangunan lain tertentu – apakah itu transisi menuju suatu sistem demokrasi atau pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi contohnya, tidak secara otomatis dapat diterjemahkan kedalam perbaikan atas taraf hidup dari kelompok yang paling dipinggirkan dan dimarjinalkan kecuali jika ada tindakan atau kebijakan khusus yang diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Jika pertumbuhan membawa pada sumberdaya yang lebih baik untuk terjadinya pendidikan gratis dan wajib namun tidak ada kebijakan khusus untuk menjamin bahwa penyandang cacat mempunyai akses fisik terhadap sekolah maka hal ini akan memperlebar jurang antara sektor dari suatu populasi dan mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

Begitu juga, demokrasi dengan sendirinya seringkali tidak memadai untuk membuat terjadinya pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bagi rakyat yang paling miskin dan paling terpinggirkan. Masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dan terpinggirkan seringkali lebih menemui kesulitan untuk melakukan upaya agar pendapat mereka tercermin dalam undang-undang, kebijakan publik, atau upaya pembangunan karena mereka tidak mempunyai suara di parlemen dan kementerian. Terdapat suatu kecenderungan dari kebijakan publik untuk menitikberatkan pada kebutuhan dari mereka yang mempunyai pengaruh yang besar dalam proses politik terutama pada saat pemilihan umum. Tunjangan sosial mungkin fokus pada kebutuhan dari pemilih massa mengambang kelas menengah atau kebijakan ekonomi atau perdagangan mungkin dibentuk agar memenuhi kebutuhan dari industri yang berkuasa. Hal ini akan mengalihkan perhatian dari mereka yang paling terpinggirkan ke masyarakat yang lebih terlihat dan yang lebih mempunyai kekuasaan dan akses terhadap pembuat keputusan dalam suatu sistem demokrasi. Pada saat yang bersamaan, sulit untuk membayangkan demokrasi untuk dapat bertahan lama ketika dihadapkan pada persoalan kemiskinan yang kronis, pengabaian dan penyangkalan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.

14. Apakah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya melarang penyediaan barang dan jasa yang penting oleh pihak swasta?
Tidak. Kerangka kerja HAM tidak mengharuskan suatu bentuk penyediaan layanan atau kebijakan harga yang tertentu. Hukum HAM internasional tidak menentukan apakah layanan harus disediakan oleh pihak pemerintah atau swasta atau gabungan dari kedua sektor. Namun, Negara bertanggungjawab untuk mengatur dan menjamin bahwa bentuk penyediaan layanan apapun harus menghormati HAM, contohnya dengan memastikan bahwa pendidikan dasar dan layanan cuma-cuma yang berkaitan dengan kesehatan, makanan, air dan sanitasi atau perumahan tersedia, terjangkau (secara fisik maupun biaya) dan memadai bagi semua, termasuk bagi kelompok yang rentan dan terpinggirkan. Oleh karena itu, Negara harus mengatur dan apabila layanan tersebut tidak disediakan oleh sektor publik, mengawasi penyedia swasta melalui suatu sistem pengaturan yang efektif dan efisien, termasuk pemantauan independen dan penalti untuk ketidakpatuhan.

Contohnya, hak atas air dapat terjamin melalui sistem privatisasi penyediaan air. Namun, Negara menurut hukum HAM internasional pada akhirnya bertanggung jawab jika penyediaan air yang telah diprivatisasi menghambat masyarakat tertentu dari memperoleh akses terhadap air minum bersih. Begitu juga, Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk mengatur harga yang diberlakukan oleh sektor swasta sehingga air minum bersih terjangkau bagi semua.

Kotak 12: Privatisasi penyediaan air Bolivia

Pada tahun 1999, Pemerintah Bolivia melakukan privatisasi atas penyediaan air sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF). Di Cochabamba, penyediaan air diserahkan kepada pihak lain. Konsorsium kemudian meningkatkan tarif air secara signifikan, sehingga membawa dampak terutama bagi masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Kelompok dari penduduk setempat dan organisasi masyarakat sipil bergabung dalam Coordinadora por la Defensa del Agua y de la Vida (Koalisi untuk Memperjuangkan Air dan Kehidupan) untuk menentang privatisasi tersebut yang menyebabkan kota tersebut terhenti dari segala kegiatan selama empat hari. Aksi protes yang kemudian berujung tindak kekerasan mengakibatkan terbunuhnya seorang remaja laki-laki. Setelah kejadian tersebut, badan usaha milik pemerintah kota SEMAPA kemudian diaktifkan kembali. Enam tahun setelah “perang air” Cochabamba, akses terhadap air menjadi lebih baik dan tarif hanya sedikit dinaikkan. Namun, kualitas dari manajemen dan pemberian layanan tetap rendah.

Kasus in menunjukan akan pentingnya menjamin pengaturan yang tepat bagi layanan air termasuk tarif air. Hal ini juga berlaku untuk penyediaan oleh sektor swasta dan publik dari segala barang dan jasa penting. Pengaturan yang tidak memadai dapat menghambat pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dan
dapat saja mengarah pada kekerasan dan konflik. Dalam hal ini, tidak hanya Pemerintah tapi juga perusahaan swasta dan lembaga keuangan internasional mengemban tanggungjawab penting untuk menjamin bahwa warga yang hidup dalam kemiskinan tidak terampas hak-hak ekonomi, sosial dan budayanya.

Sumber: Laporan dari Komisioner Tinggi untuk HAM tentang HAM, perdagangan dan investasi (E/CN.4/Sub.2/2003/9).


15. Apakah pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium sama dengan pencapaian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya?
Dalam konteks pembangunan, Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) merupakan unsur yang mempunyai potensi yang kuat untuk mendorong terjadinya pencapaian hak-hak asasi termasuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. MDGs dan standar HAM saling melengkapi pada skala yang cukup signifikan namun nilai-nilai HAM lebih mendalam pengaruhnya.

Pertama, bentuk dari komitmen yang dijanjikan oleh Negara berbeda satu dengan lainnya. Hak asasi manusia termasuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan komitmen yang terikat secara hukum, sementara MDGs adalah suatu tekad politik. MDGs merupakan serangkaian tolok ukur yang dikembangkan untuk mencerminkan tujuan-tujuan yang telah disepakati dalam Deklarasi Milenium yaitu suatu komitmen yang tidak terikat secara hukum. Namun, perlu diperhatikan bahwa Deklarasi Milenium secara eksplisit dirancang atas dasar pengakuan terhadap norma-norma dan standar HAM. Olehkarena itu, MDGs harus dicapai dengan cara yang selaras dengan kewajiban hukum yang setiap Negara harus penuhi sesuai dengan norma-norma dan standar HAM.

Kedua, ruang lingkup dari permasalahan yang tercakup dalam hak-hak ekonomi, sosial dan budaya lebih luas dibanding yang tercakup pada MDGs. Contohnya, MDGs tidak menangani secara langsung masalah pendidikan tinggi, jaminan atas penempatan lahan atau partisipasi dalam kehidupan budaya. Sehingga, sementara tujuan ke 2 mensyaratkan Negara untuk menangani tidak hanya pendidikan dasar (yang harus tanpa pungutan biaya) tapi juga pendidikan menengah dan tinggi. Selanjutnya, sementara MDGs menangani aspek tertentu dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, kebebasan sosial seperti perlindungan dari ancaman penggusuran paksa merupakan permasalahan HAM lainnya yang tidak ditangani dalam MDGs.

Ketiga, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya bersama dengan prinsip non- diskriminatif mencantumkan aspek kualitatif dengan tidak hanya mempertanyakan seberapa banyak tapi juga siapa saja yang terbebaskan dari jurang kemiskinan. Contohnya, tujuan 1 bertujuan untuk mengurangi separuh dari penduduk yang menderita dari kelaparan pada tahun 2015. Hal ini jelas mendorong terpenuhinya hak manusia untuk bebas dari kelaparan.

Namun, UU Hak-hak Asasi Manusia selangkah ke depan dan mensyaratkan bahwa target ini dicapai dengan cara yang non-diskiminatif. Contohnya, jika target terpenuhi pada tahun 2015, namun proporsi dari masyarakat adat yang dibiarkan kelaparan meningkat atau bahkan tetap jumlahnya, maka tujuan 1 mungkin saja tercapai tapi terjadi pelanggaran HAM.

Keempat, MDGs merupakan target perantara dengan kerangka waktu yang terbatas, sementara HAM mensyaratkan Negara untuk tiada hentinya melakukan upaya untuk mencapai tujuan akhir yaitu realisasi penuh dari hak-hak asasi manusia bagi semua. Contohnya, tujuan 7 mensyaratkan Negara untuk mengurangi sebanyak separuh dari proporsi penduduk yang tidak mempunyai akses yang berkelanjutan terhadap air minum bersih. Hak atas air mensyaratkan Negara termasuk negara yang telah mencapai tujuan 7 untuk terus berupaya untuk menjamin akses terhadap air minum bersih dan terjangkau bagi semua.

Terakhir, terdapat perbedaan dalam ruang lingkup geogragis. MDGs lebih menitikberatkan pada dunia berkembang, sementara norma HAM internasional bersifat universal dan memberi cara untuk menangani masalah kemiskinan, HIV/AIDS, tingkat kematian ibu, dan lainnya dimanapun situasi tersebut dialami.

Contohnya, hak-hak dari pekerja migran seringkali terancam baik di negara maju maupun berkembang. Begitu juga, kemiskinan dan peminggiran sosial masih merupakan suatu masalah bahkan di negara kaya, sehingga menekankan bahwa tidak terpenuhinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dapat terjadi di mana saja.

Oleh karena itu, untuk memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, perlu dilakukan upaya untuk mencapai MDGs dengan cara yang akan sepenuhnya mengintegrasikan perspektif HAM dan untuk dikembangkan lebih jauh lagi.

Bersambung...

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ditunggu tulisan2 berikutnya

H E-A mengatakan...

BAiklah. terima kasih banyak ya.

Talisman

"Saya akan memberikanmu talismanIngatlah wajah si paling miskin dan si paling lemah yang mungkin pernah kau temui, kemudian tanyakan pada dirimu sendiri, apakah langkah yang kamu rencanakan akan berguna baginya. Apakah dia akan memperoleh sesuatu dari langkah itu? Apakah itu akan membuat dia dapat mengatur kehidupan dan nasibnya sendiri? Maka akan kamu dapatkan keraguan itu hilang.” Mahatma Gandhi