Oleh Entin Sriani Muslim
"...Karena warga berhak untuk ikut mendefinisikan mutu pendidikan yang ingin mereka nikmati, maka warga akan berhak untuk berpartisipasi dalam perumusan standar pelayanan minimal (SPM) bidang pendidikan."
Kaitan antara SPM dengan dukungan pembiayaan dari pemerintah juga masih tidak terlalu jelas. Apakah alokasi anggaran 20% APBN untuk sektor pendidikan cukup untuk mencapai SPM? Apakah program SPP gratis yang rencananya akan mengalokasikan dana (sebesar Rp. 235.000 per siswa per tahun untuk SD dan MI negeri maupun swasta, dan Rp. 324.000 per siswa per tahun untuk SMP/MTs negerin dan swasta) mencukupi untuk mencapai SPM pendidikan? Dalam salah satu wawancara di majalah Tempo, menteri pendidikan sendiri mengakui bahwa angka SPP yang ditanggung oleh pemerintah ini mungkin hanya cukup untuk daerah. Untuk lembaga pendidikan di kota, jumlah ini mungkin tidak cukup. Karenanya, sekolah yang tadinya menarik pungutan lebih besar dari bantuan wajib belajar, masih boleh menarik pungutan dari masyarakat asal dikonsultasikan dulu dengan pemerintah. Dengan kata lain, kaitan antara mutu pendidikan dengan pungutan masih akan menjadi polemik antara peserta didik, pemerintah, dan sekolah sebagai penyelenggaran pendidikan.
"...Karena warga berhak untuk ikut mendefinisikan mutu pendidikan yang ingin mereka nikmati, maka warga akan berhak untuk berpartisipasi dalam perumusan standar pelayanan minimal (SPM) bidang pendidikan."
Kaitan antara SPM dengan dukungan pembiayaan dari pemerintah juga masih tidak terlalu jelas. Apakah alokasi anggaran 20% APBN untuk sektor pendidikan cukup untuk mencapai SPM? Apakah program SPP gratis yang rencananya akan mengalokasikan dana (sebesar Rp. 235.000 per siswa per tahun untuk SD dan MI negeri maupun swasta, dan Rp. 324.000 per siswa per tahun untuk SMP/MTs negerin dan swasta) mencukupi untuk mencapai SPM pendidikan? Dalam salah satu wawancara di majalah Tempo, menteri pendidikan sendiri mengakui bahwa angka SPP yang ditanggung oleh pemerintah ini mungkin hanya cukup untuk daerah. Untuk lembaga pendidikan di kota, jumlah ini mungkin tidak cukup. Karenanya, sekolah yang tadinya menarik pungutan lebih besar dari bantuan wajib belajar, masih boleh menarik pungutan dari masyarakat asal dikonsultasikan dulu dengan pemerintah. Dengan kata lain, kaitan antara mutu pendidikan dengan pungutan masih akan menjadi polemik antara peserta didik, pemerintah, dan sekolah sebagai penyelenggaran pendidikan.
Karena warga berhak untuk ikut mendefinisikan mutu pendidikan yang ingin mereka nikmati, maka warga akan berhak untuk berpartisipasi dalam perumusan standar pelayanan minimal (SPM) bidang pendidikan. Warga berhak memutuskan berapa jumlah guru yang dianggap memadai untuk memberi layanan pendidikan, berhak menilai dan memutuskan buku yang paling kondusif untuk mencapai mutu pendidikan yang baik, berhak untuk senantiasa memperoleh informasi mengenai perkembangan pendidikan yang dicapai di sekolah, berhak turut memperjuangkan kesejahteraan guru yang layak untuk dapat menjaga mutu pendidikan, berhak mendefinisikan peran komite sekolah dalam menjaga mutu pendidikan, dan berhak melakukan peran lainnya yang terkait dengan pencapaian dan peningkatan mutu pendidikan.
Ketiga, jika warga berhak atas pendidikan yang bermutu, maka mereka berhak untuk secara kelembagaan berpartisipasi dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Secara kelembagaan, partisipasi ini dapat dilakukan melalui Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dewan Pendidikan merupakan lembaga mandiri yang dibentuk untuk memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Kegiatan Dewan Pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota ini tidak bersifat hirarkis. Sedangkan Komite Sekolah merupakan lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.
Partisipasi secara kelembagaan dalam Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ini penting untuk mewadahi dan menyalurkan prakarsa masyrakat guna melahirkan kebijakan dan program pendidikan di kabupaten/kota, penting untuk meningkatkan tanggung jawab dan peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, dan penting untuk menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalarn penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di daerah kabupaten/kota dan satuan pendidikan.
Reposisi Hubungan Warga dan Negara dalam Pelayanan Pendidikan
Hak-hak yang dimiliki warga dalam pemberian layanan pendidikan niscaya akan mengubah posisi hubungan antara warga dengan negara dalam pemberian layanan publik. Hak-hak ini akan memberi posisi sebagai penagih kewajiban negara untuk melayani kebutuhan pendidikan warga. Dengan posisi ini, warga tidak lagi berada dalam posisi subordinat, yang harus menjadi objek pungutan dana, objek metode pendidikan dan perlakuan guru yang boleh jadi kadang-kadang tidak, objek penataan kelembagaan pendidikan yang boleh jadi kurang baik, dan lain-lain ketidak adilan. Warga justru menjadi subjek yang berhak ikut serta dalam menentukan mutu yang dingin dicapai, dan metode serta infrastruktur apa yang dibutuhkan untuk mencapainya.
Dengan reposisi ini diharapkan pelayanan pendidikan akan berjalan lebih baik, karena akan lebih tanggap terhadap segenap masalah dan kebutuhan warga sebagai subjek pendidikan***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar