Simak Statistik

Kamis, 21 Juli 2011

Mereposisi Hubungan Warga Dengan Negara Dalam Layanan Pendidikan (Bagian 1.)

 Oleh Entin Sriani Muslim

PENULIS pernah belajar pada Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran dan Magister Teknik Industri ITB. Dia  adalah Ibu kandung dan manager program yang bekerja secara sukarela (relawan) untuk  Perkumpulan SANGGAR - Jaringan untuk Demokrasi, Ha-hak Publik, dan Keadilan Sosial. 
Bersama relawan lainnya, penulis aktif menyelenggaran lingkar belajar untuk memahami persoalan demokrasi, hak publik dalam kaitannya dengan kebijakan dan praktik negara, serta dampak berbagai kebijakan negara pada keadilan sosial. Kajian mengenai pendidikan merupakan salah satu tema dalam lingkar belajar di Perkumpulan SANGGAR.


B
EBAN pikiran apa yang sedang ditanggung Aman Muhammad Soleh, ketika pada pertengahan tahun lalu memutuskan untuk mati dengan menenggak racun tikus? Ketika itu Aman adalah pelajar kelas 6 SD Karangasih 04 Cikarang Bekasi Jawa Barat, yang belum mampu membayar uang ujian akhir. Berita-berita di surat kabar saat itu menduga keputusan Aman untuk mati muda, didorong oleh rasa` malu atas ketidak mampuannya membayar biaya ujian. Setahun sebelumnya, pada tahun 2003, Heriyanto seorang bocah kelas 6 SD di Garut juga mencoba bunuh diri karena malu belum membayar uang kegiatan ekstra kurikuler.

Kasus Aman dan Heriyanto berikut beban pikiran mereka atas biaya sekolah adalah potret paling mengenaskan tentang posisi warga negara, khususnya warga negara belia, dalam berhadapan dengan negara sebagai pemegang otoritas bidang pendidikan. Sebuah posisi yang semenjak masa kekuasaan Orde Baru, dan dalam tataran praktis hingga saat ini, masih sering luput dari pemahaman bahwa warga negara sesungguhnya merupakan pemilik hak atas pendidikan yang harus dipenuhi dan dilayani oleh negara sebagai pemangku kewajiban atas hak pendidikan itu. Kalau saja Aman dan Heriyanto ketika itu menyadari posisi mereka sesungguhnya, mereka tidak perlu malu apalagi memutuskan untuk mati. Karena terutama pada tingkat pendidikan dasar, beban untuk membiayai pendidikan merupakan beban negara. Bukan Aman dan Heriyanto yang harus malu, melainkan negara yang harus malu, karena bekum mampu menaggungkan biaya pendidikan bagi mereka. Terlebih lagi, negara yang harus malu karena belum mampu menciptakan lingkungan belajar dan pendidikan yang menempatkan siswa sebagai subjek utama yang memiliki hak penuh untuk menagih layanan pendidikan terbaik dari sekolah dan negara.

Kasus Aman dan Heriyanto merupakan menunjukkan sepanjang warga tidak menyadari posisi mereka yang sesungguhnya dalam menghadapi otoritas pemberi layanan pendidikan, maka mereka senantiasa akan menjadi korban. Maka saat ini, upaya untuk mereposisi hubungan warga dengan negara dalam pelayanan pendidikan sesungguhnya sangat diperlukan. Upaya pertama untuk menuju ke arah ini adalah dengan memetakan hak-hak warga atas layanan pendidikan.

Hak Warga Negara Atas Layanan Pendidikan
Hak utama warga negara adalah memperoleh pendidikan yang bermutu, yang harus diberikan oleh negara tanpa ada diskriminasi apa pun. Hak ini dijamin oleh Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, yang menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi (bab IV pasal 5 dan 11). Untuk menegaskan jaminan negara ini, Undang-Undang ini kemudian mewajibkan setiap warga negara berusia 7 sampai 15 tahun untuk mengikuti pendidikan dasar (bab IV pasal 5,6 dan 11).

Kesadaran akan adanya hak utama warga atas pendidikan yang bermutu yang diberikan tanpa diskriminasi, sesungguhnya merupakan modal utama untuk mereposisi hubungan warga dengan negara dalam konteks layanan pendidikan. Hal ini disebabkan karena kesadaran itu akan mengantarkan warga kepada banyak hak esensial mereka lainnya terhadap layanan pendidikan.

Kesadaran akan adanya hak utama itu, pertama akan mengantarkan warga pada hak mereka untuk mendapat dukungan pembiayaan pendidikan dari negara. Jika negara mewajibakan anak usia 7-15 tahun untuk mengecap pendidikan dasar, maka negara tentu harus siap menanggung pembiayaan atas pendidikan dasar`tersebut. Maka ... Baca lebih lanjut pada Bagian 2.


Tidak ada komentar:

Talisman

"Saya akan memberikanmu talismanIngatlah wajah si paling miskin dan si paling lemah yang mungkin pernah kau temui, kemudian tanyakan pada dirimu sendiri, apakah langkah yang kamu rencanakan akan berguna baginya. Apakah dia akan memperoleh sesuatu dari langkah itu? Apakah itu akan membuat dia dapat mengatur kehidupan dan nasibnya sendiri? Maka akan kamu dapatkan keraguan itu hilang.” Mahatma Gandhi